KUALITAS PELAYANAN PADA PT ASURANSI JIWA MANULIFE INDONESIA (Studi Kasus Pada Asuransi Jiwa Manulife Kantor Pemasaran Lhokseumawe)



Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan, Nilai Pelanggan, Kepuasan Pelanggan, Serta Trust Terhadap Loyalitas Nasabah
(Studi Kasus Nasabah Asuransi Manulife Di Lhokseumawe)





SKRIPSI



Disusun oleh :


RONI MUNTADAR
NIM 2213043
















BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam menjalani kehidupan, segala sesuatunya memiliki resiko dan penuh ketidakpastian. Oleh karena itu sebagai manusia hendaknya kita bertanggung jawab untuk meminimalisir segala resiko yang ada, agar lebih siap dalam menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Resiko dapat sewaktu-waktu muncul seperti penyakit, kecelakaan, kematian, dan segala bentuk kerugian dapat menimbulkan biaya yang tidak sedikit. Maka dari itu dengan adanya asuransi kita dapat memindahkan resiko-resiko yang ada kepada perusahaan asuransi sebagai upaya untuk memperkecil dampak resiko yang akan timbul pada diri kita.
Industri Perasuransian merupakan salah satu bentuk Lembaga Keuagan Non Bank yang berperan menjadi salah satu pilar perekonomian nasional. Fungsi asuransi sendiri dalam berbagai bentuknya adalah untuk melindungi seseorang terhadap dampak keuangan yang berat yang timbul dari kemalangan yang terjadi dengan cara menyebarkan kerugian kepada nasabah yang mengambil perlidungan yang sama.    
Pada tahun 2015 nanti Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dimana persaingan Industri menjadi lebih bebas sehingga perusahaan luar negeri yang berada di Asia Tenggara dapat menjadi pesaing bagi perusahaan dalam negeri tidak terkecuali industri perasuransian. Asuransi di Indonesia sendiri dinilai masih rendah, baik dari segi awareness maupun sosialisasi di masyarakat masih belum optimal sehingga kesiapan sektor asuransi masih dinilai belum mumpuni dalam menghadapi pasar bebas ASEAN. (Kusuma, 2015)
Dalam kurun waktu 10 tahun yakni periode tahun 2000 – 2010 biaya kesehatan di Indonesia telah mengalami peningkatan secara signifikan. Bahkan besaran biaya kesehatan ini disebut jauh lebih besar daripada laju inflasi pada periode yang sama. Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron menyatakan bahwa selama periode tahun 2000 hingga 2010 biaya kesehatan di negeri ini telah mengalami kenaikan hingga 364 persen. (Pribadi, 2014) Maka dari itu peran asuransi kesehatan sangat diperlukan guna membantu meringankan biaya yang harus dikeluarkan masyarakat dalam pengobatan.
Produk asuransi telah menjadi kebutuhan pokok yang terkesan dilupakan oleh masyarakat di Indonesia. Minimnya kepercayaan masyarakat Indonesia akan asuransi ini salah satunya disebabkan oleh banyaknya pengalaman buruk yang dirasakan oleh para nasabah baik itu perilaku agen yang tidak menyenangkan, kesulitan klaim, maupun penipuan oleh perusahaan asuransi yang tidak jelas seolah-seolah menjadi penyakit kronis yang menular dan menjadi stigma di masyarakat bahwa asuransi merupakan usaha penipuan yang tidak memberi manfaat yang berarti bagi nasabahnya. Hal ini pula yang menjadi salah satu faktor mengapa masyarakat seringkali enggan untuk menanggapi tawaran ataupun melanjutkan polis asuransi yang ditawarkan baik itu melalui bank maupun agen secara personal.
Berdasarkan data sample acak berupa beberapa keluhan konsumen terhadap beberapa perusahaan asuransi jiwa di Indonesia seperti Prudential, Manulife, Cigna Life, Axa Mandiri, dll. dalam kurun waktu Februari 2010- Februari 2016 di media cetak kompas dengan jumlah kasus sebanyak 50 yang kemudian diklasifikasikan menjadi tiga kategori masalah sebagai berikut :
Tabel 1.1
Klasifikasi Permasalahan dalam Asuransi Jiwa dan Kesehatan di Indonesia
No
Jenis Masalah
Jumlah Kasus
Ratio
1
Kesulitan proses klaim, proses yang lama, dan penolakan pembayaran klaim (Prosedur)
17
34%

2
Ketidakjelasan Informasi produk yang diberikan oleh agen, serta tidak ada konfirmasi dari agen asuransi
(Agen Asuransi)
21
42%

3
Pelayanan Buruk Oleh Customer Service, Telemarketing, serta pihak Manajemen (Manajemen Perusahaan)
12
24%


Total
50
100%
Sumber : Media Harian Kompas Februari 2010 – Februari 2015

Berdasarkan data di atas dapat kita ketahui bahwa permasalahan yang sering dirasakan oleh konsumen dalam membeli asuransi adalah ketidakjelasan informasi produk yang diberikan oleh agen asuransi saat menawarkan produk asuransinya. Banyak dari para nasabah yang merasa tertipu karena dari pihak asuransi tidak memberikan informasi yang cukup saat menawarkan produknya seperti penjelasan mengenai aspek resiko, tata cara klaim, apa saja yang dicover dan tidak dicover oleh perusahaan asuransi sehingga timbul masalah baru seperti kesulitan saat proses klaim, dan tak jarang terjadi penolakan klaim karena ketidaktahuan nasabah mengenai tata cara klaim.
Sri Rahayu Widodo, Deputi Komisioner Otoritas Jasa Kuangan Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, menyatakan, hingga 10 Maret 2014, statistik laporan yang telah masuk ke OJK mencapai 9.995 laporan. Lebih Lanjut menjelaskan bahwa khusus dalam hal pengaduan, hampir 50% pengaduan yang disampaikan oleh konsumen ke OJK adalah mengenai pelayanan produk asuransi. Pengaduan mengenai asuransi itu sebagian besar adalah mengenai klaim asuransi yang tidak dibayarkan. (Alamsyah,2014)
Informasi-informasi positif yang disampaikan pada agen asuransi mengenai keunggulan produk dan citra perusahaan yang baik kepada calon nasabah tidak diimbangi oleh penjelasan mengenai resiko dan transparansi informasi tentang seluk-beluk produk yang ditawarkan serta prosedur yang harus dilakukan agar proses klaim dapat cair, sehingga banyak nasabah merasa bingung dan enggan membeli produk asuransi.
Masalah-masalah yang dihadapi konsumen dapat mempengaruhi tingkat kepuasan atas kinerja perusahaan. Sehingga apabila tingkat kepuasan konsumen rendah, bukan tidak mungkin konsumen akan memilih merek lain dalam membeli produk sejenis (brand switching) ataupun melakukan negatif word of mouth atau memberikan testimoni negatif mengenai perusahaan sehingga dapat menurunkan kredibilitas atau rasa percaya terhadap perusahaan di mata konsumen. Untuk mencegah hal itu, Sasmita,dkk (2013) menyatakan bahwa perusahaan harus meningkatkan pelayanan dengan membantu permasalahan yang dihadapi konsumen mengenai akan meningkatkan rasa puas konsumen atas pelayanan yang diberikan perusahaan.
Dalam permasalahan ini penulis hendak mengangkat Asuransi Manulife sebagai objek penelitian dimana Asuransi Manulife sendiri merupakan salah satu perusahaan asuransi jiwa terbesar di Indonesia. Manulife Indonesia menawarkan produk dan jasa yang paling komprehensif dalam industri jasa finansial di Indonesia melalui produk asuransi jiwa dan employee benefits dari PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia serta melalui layanan reksa dana dan manajemen aset dari PT Manulife Aset Manajemen Indonesia. Berkantor pusat di Jakarta, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia beroperasi melalui jaringan kantor pemasaran di 24 kota yang tersebar di Indonesia, didukung oleh lebih dari 10.000 karyawan dan agen profesional dan memiliki sekitar 1,7 juta kontrak nasabah yang aktif.
Pada tahun 2010 perusahaan asuransi Manulife mengalami penurunan nasabah yang cukup signifikan, yakni sebesar 23% dibandingkan jumlah nasabahnya di tahun 2009. Hingga tahun 2013 total nasabah yang tergabung di Manulife juga masih belum bisa menyamai total nasabah di tahun 2009. Berikut grafik pertumbuhan nasabah Manulife periode 2009-2013 :

Gambar 1.1
Pertumbuhan Nasabah Manulife Periode 2009-2013
Sumber : Manulife Cabang Banda Aceh dan Lhokseumawe
Dari data pertumbuhan nasabah dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 5 tahun sejak tahun 2009 hingga 2013 terjadi penerunan jumlah nasabah, meskipun ada pertumbuhan nasabah tiap tahunnya akan tetapi jumlah nasabah di tahun 2013 ternyata belum bisa menyamai jumlah nasabah di tahun 2009.



1.2 Rumusan Masalah
Atas uraian-uraian dari latar belakang di atas dapat dikemukakan permasalahan di dalam penelitian ini adalah Loyalitas Pelanggan. Hal ini terlihat dari turunnya jumlah nasabah Manulife cabang Semarang dan Solo dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, dari data pertumbuhan nasabah juga banyaknya keluhan nasabah asuransi dari berbagai perusahaan asuransi di Jawa Tengah maka dari itu dalam penelitian ini akan diteliti tentang apa saja yang mempengaruhi Loyalitas Pelanggan terhadap Asuransi Jiwa Manulife . Masalah di atas dapat diperinci sebagai berikut :
1. Apakah nilai pelanggan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen secara signifikan?
2. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen secara signifikan?
3. Apakah nilai pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan secara signifikan?

1.3 Fokus Penelitian
Penelitian ini, meneliti tentang pandangan dari karyawan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Kp Manulife Lhokseumawe mengenai peran public relations dalam memberikan pelayanan kepada nasabah sehingga nasabah merasakan kepuasan dalam melakukan transaksi di PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia. Oleh karenaitu, peneliti bahwa yang dijadikan sebagai fokus dari penelitian ini, yaitu bagaimana peran public relations dalam menangani keluhan nasabah yang diterima dari customer relationship.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh nilai pelanggan terhadap kepuasan nasabah  
     Asuransi Jiwa Manulife.
2. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan  
      nasabah
     Asuransi Jiwa Manulife.
3. Untuk menganalisis seberapa besar pengaruh nilai pelanggan terhadap loyalitas nasabah
     Asuransi Jiwa Manulife.



1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.    Bagi Mahasiswa, penelitian ini diharapkan menambah wawasan peneliti terkait dengan
      bahan yang dikaji dan merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar           S1.Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai teori     personal sellingdan menerapkan teori yang telah diperoleh di perguruan tinggi.
2.   Bagi Universitas, Hasil penelitian diharapkan dapat dipergunakan sebagai salah satu       sumber informasi pengetahuan dan bahan perbandingan bagi pembaca yang berminat    
      mempelajarinya dan digunakan sebagai referensi untuk penelitian berikutnya.
3. Bagi Perusahaan, mengetahui faktor-faktor internal dan eksternal apa sajakah yang
     mempengaruhi dan menyebabkan kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman pada
     perusahaan. Juga sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan strategi yang dapat   
     diterapkan dalampenjualan produk asuransi jiwa Manulife di Kabupaten Ponorogo.
4. Bagi Pihak Lain, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca         sebagai sumber informasi dan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak lain khususnya bagi pihak yang ingin melakukan penelitian dengan tema yang sama.










BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asuransi
2.1.1 Pengertian
Definisi asuransi menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pihak ke tiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), tentang asuransi atau pertanggungan seumurnya, Bab 9, Pasal 246. Asuransi atau Pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu.
2.1.2 Sejarah singkat Asuransi di Indonesia
Asuransi masuk ke Indonesia pada waktu penjajahan Belanda yang dipicu oleh sektor perkebunan dan perdagangan. Masuknya asuransi ke Indonesia adalah setelah berdirinya sebuah perusahaan Asuransi Belanda yaitu De Nederlanden Van 1845. Di Indonesia, oleh orang Belanda didirikan sebuah perusahaan asuransi jiwa pertama dengan nama Nederlandsh Indisch Leven Verzekering En Liefrente Maatschappij (NILMIY) dimana perusahaan ini terakhir diambil alih oleh Pemerintah Indonesia dan berubah menjadi PT. Asuransi Jiwasraya.
Pada tahun 1853 terdapat perusahaan asuransi kerugian pertama di Indonesia yaitu Bataviasche Zee End Brand Asrantie Maatschappij. Pada tahun 1912 didirikan perusahaan asuransi jiwa bernama Asuransi Jiwa Boemi Poetra 1912.
Pada tahun 1973 Perusahaan Negara Asuransi Bendasraya digabungkan dengan PT Umum Internasional Underwriter menjadi PT. Asuransi Jasindo.
Untuk kesejahtraan rakyat, pemerintah juga mendirikan perusahaan asuransi sosial yang melaksanakan kegiatannya berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yaitu :
1. Asuransi Jasa Rahardja untuk asuransi kecelakaan lalu lintas
2. Perum Taspen untuk Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri           
3. Perum Asabri untuk anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
4. Jamsostek, yaitu asuransi kecelakaan tenaga kerja perusahaan swasta            
2.1.3 Usaha Perasuransian
Usaha perasuransian merupakan kegiatan usaha yang bergerak di bidang:
a.   Usaha asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat   melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena      suatu  peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang.
b.   Usaha penunjang usaha asuransi, yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian
      kerugian asuransi, dan jasa akturia.
Usaha perasuransian dilaksanakan oleh:
1. Perusahaan Asuransi:
a.   Perusahaan Asuransi Kerugian, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam
      penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum     kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
b.   Perusahaan Asuransi Jiwa, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam       penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang   dipertanggungkan. 
c.     Perusahaan Reasuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa dalam pertanggungan           ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan atau    Perusahaan Asuransi Jiwa.



2. Penunjang Usaha Asuransi:
a.   Perusahaan Pialang Asuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi dengan       bertindak untuk kepentingan tertanggung.
b.   Perusahaan Pialang Reasuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa keperantaraan           dalam penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi reasuransi dengan            bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
c.   Agen Asuransi, adalah seseorang atau badan hukum yang kegiatannya memberikan jasa             dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung.
d.   Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi, adalah perusahaan yang memberikan jasa           penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.
e.   Perusahaan Konsultan Akturia, adalah perusahaan yang memberikan jasa akturia kepada           perusahaan asuransi dan dana pensiun dalam rangka pembentukan dan pengelolaan suatu            program asuransi dan atau program pensiun.

2.1.4 Fungsi Asuransi
2.1.4.1 Fungsi Primer Asuransi
Pemindahan resiko (Risk Transfer) : Asuransi adalah salah satu mekanisme pengalihan resiko dimana seseorang atau perusahaan dapat memindahkan beberapa ketidakpastian hidupnya kepada orang lain dengan membayar suatu premi yang telah diketahui jumlahnya, kerugian itu dialihkan kepada penanggung.     
2.1.4.2 Fungsi Sekunder Asuransi
1.   Merangsang Pertumbuhan Usaha (Stimulus to Business Enterprise) : Jumlah premi         yang dibayarkan kepada penanggung hanya sebahagian kecil dari dana yang perlu     disediakan untuk pembentukan dana di luar metode asuransi
2.   Keamanan (Security) : Dengan asuransi, tertangung merasa lebih aman sehingga          tertanggung dapat berkonsentrasi pada peningkatan dan pengembangan usaha/pekerjaan         tanpa perlu khawatir terhadap kerugian-kerugian yang dapat timbul
3.   Pencegahan kerugian (Loss Prevention) : Perusahaaan asuransi memiliki surveyor    yang terlatih dalam mengindikasi resiko-resiko potensial baik dalam proses produksi,    penyimpanan/penumpukan barang, penggunaan listrik, dsb. Dengan saran dari surveyor       ini, tertanggung dapat mencegah terjadinya kerugian pada harta benda mereka apabila       resiko-resiko tersebut terjadi.

4.   Pengendalian Kerugian (Loss Control) : Para surveyor asuransi juga dapat membantu          para tertanggung dalam usaha mengendalikan kerugian yang telah terjadi. Sebagai contoh,      surveyor ini memberikan saran-saran bahwa suatu bangunan harus mempunyai pintu        yang cukup lebar dengan jumlah yang cukup banyak, sehinggs jiks terjsdi kebakaran maka tertanggung akan lebih mudah mengeluarkan barang-barangnya dan juga akan lebih          mudah untuk menyelamatkan diri.
5.   Social Benefits : Jaminan asuransi kebakaran dalam jumlah yang memadai       memungkinkan tertanggung membangun kembali bangunan yang musnah akibat kebakaran.
6.   Tabungan : Hal ini terutama terdapapat dalam asuransi jiwa, Tertanggung biasanya       membayar premi secara cicilan perbulan atau per periode tertentu. Premi-premi ini akan        diterima kembali seluruhnya setelah periode waktu tertentu seperti yang telah    diperjanjikan.
 
2.1.4.3 Fungsi Tambahan Asuransi
1.   Investasi Dana : Premi yang dihimpun dari tertanggung diinvestasikan sebahagian pada            beberapa investasi yang berbeda untuk memperkuat posisi keuangan dari si penanggung.
2.   Invisible Earnings : Resiko-resiko yang dipertanggungkan kepada penanggung si suatu            negara, sebahagian akan dipertanggungkan ulang (Reasuransi) oleh penanggung tersebut            pada para penanggung ulang di negara-negara lain. Bagi para penanggung ulang di negara lain, hali ini merupakan pendapatan tak nyata atau Invisible Earnings.

2.2 Loyalitas Pelanggan
Loyalitas dapat diartikan sebagai kesetiaan, dimana loyalitas pelanggan merupakan sikap setia (loyal) yang ditunjukkan pelanggan sebagai bentuk kepuasan atas produk atau jasa yang telah dibeli dan dirasakan manfaatnya. Loyalitas merupakan salah satu kunci sukses dalam menjalankan suatu bisnis khususnya dibidang asuransi, karena pelanggan yang loyal akan membantu merekomendasikan melalui word of mouth kepada calon pelanggan lain sehingga promosi yang terjadi lebih meyakinkan karena didasari oleh rasa percaya (trust) dari pelanggan yang telah membeli dan merasakan produk sebelumnya.
Kotler et al. (1999) dalam Kheng et al. (2010) menyebutkan bahwa biaya yang harus dikeluarkan perusahaan adalah lima kali besar dibandingkan dengan menjaga kesenangan pelanggan lama. Hal ini dikarenakan dengan senangya pelanggan atas produk atau jasa dapat menyebabkan timbulnya loyalitas terhadap produk atau jasa tersebut.
Menurut Setiyawati (2009) definisi Loyalitas Pelanggan adalah keinginan pelanggan untuk melanjutkan berlangganan di suatu perusahaan dalam jangka panjang, membeli barang dan jasa hanya dari satu tempat saja dan secara berulang-ulang, serta secara sukarela merekomendasikan produk perusahaan ke orang lain.
Griffin (2003 ; 223) mengemukakan keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal antara lain :
1. Mengurangi biaya pemasaran (karena biaya untuk menarik pelangan baru lebih mahal).
2. Mengurangi biaya transaksi (seperti biaya negosiasi kontrak, pemrosesan pesanan dll).
3. Mengurangi biaya turn over pelanggan (karena pergantian pelanggan yang lebih sedikit).
4. Meningkatkan penjualan silang yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan.
5. Word of mouth yang lebih positif dengan asumsi bahwa pelanggan yang loyal juga berarti  
    mereka yang merasa puas.
6. Mengurangi biaya kegagalan (seperti biaya pergantian, dll)



2.3 Kualitas Pelayanan
2.3.1 Pengertian
Persepsi kualitas (perceived quality) menurut Aaker (1997) dalam Puspitasari (2006) dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan. Kualitas Pelayanan dirasakan oleh pelanggan dapat mempengaruhi konsumen untuk membeli produk atau bahkan melakukan pembelian ulang.        
Kualitas pelayanan yang baik juga dapat memunculkan sifat care to customer dimana pelayanan yang baik dapat menyelesaikan keluhan dan kesulitan yang dihadapi konsumen, sehingga konsumen akan merasa diperhatikan dan dibantu yang pada akhirnya memunculkan kepuasan.    

2.3.2 Dimensi Kualitas Pelayanan
Menurut Parasutaman et al (1985) dalam Ahmadi (2013) menjelaskan mengenai Dimensi-dimensi yang ada dalam kualitas Pelayanan diantara lain :
1.   Realibility, kemampuan perusahaan untuk memenuhi janji pelayanan yang diberikan     secara  akurat, yaitu diselesaikan dengan hasil yang sama dan tanpa adanya kesalahan.
2.   Responsiveness , keinginan untuk membantu pelanggan dengan menyediakan pelayanan           yang tepat waktu, seperti sensitif terhadap kebutuhan, fleksibel, mau berusaha lebih dari           seharusnya, memperhatikan secara personal, keinginan untuk menindaklanjuti dan            menyelesaikan masalah.
3.   Assurance, pengetahuan, keramahan dari karyawan, serta dapat diberikan kepercayaan           dan menjaga kerahasiaan.
4.   Empathy, provisi dari memperhatikan dan memberikan perhatian yang bersifat individu             kepada pelanggan.
5.   Tangibles, penampilan dari fasilitas fisik, peralatan, seragam karyawan dan materi        komunikasi.


2.4 Nilai Pelanggan (Customer Perceived Value)
Perceived berasal dari kata perceive berdasarkan Oxford dictionary memiliki arti Menafsirkan (seseorang atau sesuatu) dengan cara tertentu. Dalam hal ini Customer Perceived Value (nilai pelanggan) dapat diartikan sebagai hasil penafsiran atau interpretasi oleh konsumen atas suatu barang atau jasa yang telah dirasakan sebelumnya. Kotler dan Keller (2009: 14) menyatakan bahwa nilai pelanggan merupakan kombinasi kualitas, pelayanan, harga dari suatu penawaran produk . Nilai terhantar pada pelanggan adalah selisih antara jumlah nilai bagi pelanggan dan jumlah biaya dari pelanggan, dan jumlah nilai bagi pelanggan adalah sekelompok keuntungan yang diharapkan pelanggan dari barang atau jasa tertentu.             
2.5 Kepuasan Pelanggan
Kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa Latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “factio” (artinya melakukan atau membuat). Secara sederhana, kepuasan dapat diartikan sebagai ‘upaya pemenuhan sesuatu’ atau ‘membuat sesuatu memadai’ (Tjiptono, 2005:349), Sedangkan menurut Kotler (2001: 13), kepuasan pelanggan adalah suatu tingkatan dimana perkiraan kinerja produk sesuai dengan harapan pembeli.
Dilihat dari definsi para pakar dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah Harapan yang dimiliki konsumen sesuai dengan manfaat yang dirasakan setelah melakukan pembelian dan penggunaan.
Suhaji, (2012) menjelaskan bahwa pelanggan yang puas akan berbagi rasa dan pengalaman dengan pelanggan lain. Ini akan menjadi referensi bagi perusahaan
Menurut Lupiyoadi (2001:158) dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan, terdapat lima faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan, yaitu:
1.   Kualitas Produk atau Jasa
      Pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk atau     jasa yang mereka gunakan berkualitas.
2.   Kualitas pelayanan
      Terutama untuk industri jasa, pelanggan akan merasa puas bila mereka mendapatkan           pelayanan yang baik untuk yang sesuai dengan yang diharapkan.
3.   Emosional
      Pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan            kagurn  terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung     mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena     kualitas produk atau jasa tetapi nilai sosial atau self-esteem yang membuat pelanggan       menjadi puas terhadap merek tertentu.
4.   Harga
      Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relative murah    akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggan.  
5.   Biaya
      Pelanggan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu        untuk mendapatkan produk atau jasa, cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.           
Jika pelanggan merasa puas atas kinerja perusahaan dan harapan yang telah terpenuhi, ada beberapa manfaat yang dapat dirasakan perusahaan antara lain (Tjiptono, 2006 dalam Setiyawati, 2009):
1. Hubungan antara perusahaan dan para pelanggan menjadi harmonis.
2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang.
3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan.
4. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut yang menguntungkan bagi perusahaan
5. Reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan.
6. Laba yang diperoleh menjadi meningkat.

Indikator dari loyalitas pelanggan menurut Kotler & Keller (2006 ; 57) adalah Repeat Purchase (kesetiaan terhadap pembelian produk); Retention (Ketahanan terhadap pengaruh yang negatif mengenai perusahaan); referalls (mereferensikan secara total esistensi perusahaan).

2.6 Trust
            Menurut Hawes et al, 1989 (dalam Batt, 2004) bahwa pada setiap pertukaran potensial, kepercayaan akan menjadi sangat penting di dalam situasi yang penuh resiko dan informasi pembeli yang tidak lengkap. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar transaksi penjualan mengandung beberapa tingkat resiko dan ketidakpastian terhadap pembeli potensial. Pada keadaan seperi itu, kepercayaan berperan sebagai sumber informasi yang secara langsung mengurangi rasa ancaman dari informasi yang asimetri dan kondisi yang tidak tentu.
Gefen et al (2003) mendefinisikan trust sebagai keinginan dari sebuah kelompok untuk rentan terhadap tindakan yang dilakukan oleh kelompok lain yang didasari oleh harapan yang dapat diwujudkan melalui tindakan penting yang dilakukan oleh kelompok yang diberi kepercayaan terhadap pemberi kepercayaan terlepas dari kemampuan untuk mengawasi dan mengatur kelompok pemberi kepercayaan.
McKnight et al (2002) menyatakan bahwa ada dua dimensi kepercayaan konsumen, yaitu:
a. Trusting Belief
Trusting belief adalah sejauh mana seseorang percaya dan merasa yakin terhadap orang lain dalam suatu situasi. Trusting belief adalah persepsi pihak yang percaya (konsumen) terhadap pihak yang dipercaya (penjual) yang mana penjual memiliki karakteristik yang akan menguntungkan konsumen. McKnight et al (2002) menyatakan bahwa ada tiga elemen yang membangun trusting belief, yaitu benevolence, integrity, competence.     
1.   Benevolence
      Benevolence (niat baik) berarti seberapa besar seseorang percaya kepada penjual untuk         perperilaku baik kepada konsumen. Benevolence merupakan kesediaan penjual untuk       melayani kepentingan.
2.   Integrity.
      Integrity (integritas) adalah seberapa besar keyakinan seseorang terhadap kejujuran penjual     untuk menjaga dan memenuhi kesepakatan yang telah dibuat kepada konsumen.
3.   Competence
      Competence (kompetensi) adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuan yang dimiliki      penjual untuk membantu konsumen dalam melakukan sesuatu sesuai dengan yang             dibutuhkan konsumen tersebut. Esensi dari kompetensi adalah seberapa besar keberhasilan       penjual untuk menghasilkan hal yang diinginkan oleh konsumen. Inti dari kompetensi adalah       kemampuan penjual untuk memenuhi kebutuhan konsumen.
b. Trusting Intention
Trusting intention adalah suatu hal yang disengaja dimana seseorang siap bergantung pada orang lain dalam suatu situasi, ini terjadi secara pribadi dan mengarah langsung kepada orang lain. Trusting intention didasarkan pada kepercayaan kognitif seseorang kepada orang lain.
McKnight et al (2002) menyatakan bahwa ada dua elemen yang membangun trusting intention yaitu willingness to depend dan subjective probability of depending.           
1.   Willingness to depend
      Willingness to depend adalah kesediaan konsumen untuk bergantung kepada penjual           berupa penerimaan resiko atau konsekuensi negatif yang mungkin terjadi.
2.   Subjective probability of depending
      Subjective probability of depending adalah kesediaan konsumen secara subjektif berupa      pemberian informasi pribadi kepada penjual, melakukan transaksi, serta bersedia untuk        mengikuti saran atau permintaan dari penjual.     
2.7 Penelitian Terdahulu
2.7.1 Hubungan antara Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Pelanggan
Pada dasarnya konsumen ataupun nasabah selalu ingin diberi pelyanan yang terbaik dalam konteks jual-beli, dan ketika keinginan nasabah dalam mendapatkan pelayanan yang baik telah terpenuhi, maka nasabah akan merasa puas.
Jajaee dan Ahmad, (2012), telah membuktikan bahwa Kualitas Pelayanan berpengaruh terhadap Kepuasan Pelanggan, dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluating the Relationship between Service Quality and Customer Satisfaction in the Australian Car Insurance Industry”. Sasmita et al. (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah PT. Asuransi Jiwa Sraya Medan” juga telah membuktikan bahwa Kualiatas Pelayanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan..
2.7.2 Hubungan Nilai Pelanggan dengan Kepuasan Pelanggan
Konsumen yang merasa mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan akan merasa lebih puas dan nyaman dalam melakukan transaki. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Muchsin, (2011) dengan judul penelitian “Pengaruh Diskonfirmasi dan Nilai Pelanggan terhadap Kepuasan Kepercayaan, Komitmen dan Loyalitas pada nasabah Asuransi AJB Bumiputera 2011 di Provinsi Aceh.” Mardikawati dan Farida, (2012) juga telah melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Nilai Pelanggan dan Kualitas Layanan terhadap Loyalitas Pelanggan, Melalui Kepuasan Pelanggan pada Pelanggan Bus Efisiensi.” Dalam kedua penelitian tersebut, Variabel Nilai Pelanggan (Customer Perceived Value) memiliki pengaruh positif dan secara signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan.

2.7.3 Hubungan Kualitas Pelayanan dengan Loyalitas Pelanggan
Dengan memberikan kualitas Pelayanan yang baik dapat menciptakan pelayan yang setia terhadap sebuah merek, produk, maupun jasa. Semakin tinggi standar kualitas pelayanan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dalam menciptakan hubungan yang baik dengan konsumen diyakini dapat meningkatkan Loyalitas Pelanggan.
Dalam Penelitian yang dilakukan oleh Razi dan Mega, (2013) dengan judul “The Antecedents of Customer Loyalty: An Empirical Investigation in Life Insurance Context” juga penelitian yang dilakukan oleh Riko. (2010) dengan judul “The Impact of Service Quality on Customer Loyalty: A Study of Banks in Penang, Malaysia” membuktikan bahwa Kualiatas Pelayanan berpengaruh positif terhadap Loyalitas pelanggan.
















BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendahuluan
Bab ini menggambarkan secara umum tentang penelitian yang ditujukan untuk menganalisa sebuah model loyalitas pelanggan pada perusahaan Asuransi Jiwa Manulife,. Kerangka pemikiran teoritis dan model yang sudah terbentuk dalam bab II akan digunakan sebagai dasar teori untuk penelitian ini. Pembahasan yang ada pada metode penelitian ini mencakup tentang variabel penilitian, definisi operasional variabel, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data yang akan diuraikan dalam sub-bab berikut ini.
3.2 Jenis dan Sumber Data
3.2.1 Data Primer
Data primer yaitu data yang berasal langsung dari sumber data yang dikumpulkan secara khusus dan berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti (Cooper dan Emory, 1995). Jenis data ini diperoleh secara langsung dari sumbernya, yaitu responden yang terpilih.
3.2.2 Data Sekunder
Merupakan jenis data yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Data ini dapat diperoleh melalui literatur-literatur, jurnal-jurnal penelitian, majalah maupun data dokumen yang sekiranya diperlukan untuk menyusun penelitian ini.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi bisa dikatakan sebagai keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi.Dalam penelitian ini, populasi penelitian merujuk pada nasabah Asuransi Manulife di Lhokseumawe.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas jumlah anggota yang dipilih dari populasi, dengan kata lain sejumlah, tapi tidak semua, elemen populasi akan membentuk sampel.Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan purposive sampling, yakni pengambilan sampel terbatas pada pada jenis orang tertentu yang dapat memberikan informasi yang diinginkan, entah karena mereka adalah satu-satunya yang memilikinya, atau memenuhi beberapa kriteria yang ditentukan peneliti.Responden yang dipilih oleh penulis dalam penelitian ini adalah nasabah Asuransi Manulife yang berdomisili di Lhokseumawe. Karena populasi yang mana dalam penelitian ini sangat banyak, maka diambil beberapa sampel untuk mewakili populasi tersebut.
Populasi sasaran dari penelitian ini adalah orang-orang yang telah berpenghasilan dan menggunakan produk asuransi manulife yang berdomisili di Lhokseumawe. Selanjutnya penentuan jumlah sampel total ditentukan dengan menggunakan rumus berikut :
N
n = 1 + N (moe)2

Keterangan:
n = jumlah sampel
N = populasi
moe = margin of error maksimal, yaitu tingkat kesalahan maksimum yang masih dapat ditolerir
Dengan tingkat kesalahan maksimum (moe) 10%, didapat jumlah sampel yang akan di ambil adalah :
N
n = 1 + N (moe)2

95.000

n = 1 +95.000 (0,1)2 = 99,89

Maka jumlah sampel yang akan diambil menurut rumus ini adalah 100 responden sesuai dengan pembulatan keatas.
Selain itu jumlah sampel total pada penelitian ini merujuk pula pada sampel minimal dengan menggunakan alat analisis SEM yaitu 100 - 200 sampel (Hair, Anderson, Tatham dan Black dalam Ferdinand, 2000, p.48). Menurut Hair, Anderson, Tatham dan Black (Ferdinand, 2000, p.48) pada suatu penelitian yang menggunakan teknik analisa SEM, mengharuskan bahwa sampel yang dianggap representatif untuk digunakan dalam penelitian adalah lima (5) sampai dengan sepuluh (10), dikalikan jumlah parameter yang diestimasikan. Dengan demikian sampel minimal untuk penelitian ini dengan jumlah parameter yang diestimasikan sebanyak 19 adalah: 5 x 19 = 95 responden atau digenapkan menjadi 100 sampel agar sesuai sampel minimal dengan alat analisis SEM.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan menggunakan metode survei melalui daftar pertanyaan (kuesioner) kepada konsumen yang merupakan nasabah Asuransi Jiwa Manulife. Metode survei bertujuan untuk meliput banyak orang sehingga hasil survei dapat dipandang mewakili populasi atau merupakan generalisasi. Adapun bentuk survei yang dijalankan adalah survei secara individu, dimana survei dijalankan oleh peneliti dengan menemui responden secara bertatap muka. Adapun daftar pertanyaan yang diajukan pada responden berupa daftar pertanyaan tertutup dan daftar pertanyaan terbuka.
Daftar pertanyaan tertutup, yaitu digunakan untuk mendapatkan data tentang variabel-variabel yang diukur dalam penelitian ini. Sedang daftar pertanyaan terbuka digunakan untuk menggali informasi lebih dalam alasan pemilihan jawaban dari responden. Pernyataan-pernyataan dalam kuisioner dibuat dengan menggunakan teknik skala bukan pembanding (non-comparative scale). Dalam teknik skala bukan pembanding, pengukuran hanya dilakukan pada satu objek saja tanpa memperhatikan objek lain. Adapun desain skala bukan pembanding yang digunakan adalah skala Likert. Skala ini meminta responden menunjukkan tingkat persetujuan atau ketidaksetujuannya terhadap serangkaian pernyataan tentang suatu obyek. Skala ini menggunakan 10 kategori dari “sangat setuju” sampai dengan “sangat tidak setuju”.
3.5 Teknik Analisis Data
3.5.1 Analisis Data Kuantitatif
Pada penelitian ini menggunakan analisis data kuantitatif, dimana merupakan suatu pengukuran yang digunakan dalam suatu penelitian yang dapat dihitung dengan jumlah satuan tertentu atau dinyatakan dengan angka-angka. Analisis ini meliputi pengolahan data, pengorganisasian data dan penemuan hasil.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kausalitas (sebab-akibat) yang digunakan hubungan dan pengaruh antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya, serta faktor-faktor didalamnya. Untuk menganalisis data digunakan The Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan program AMOS. Permodelan dengan SEM memungkinkan dijawabnya pertanyaan penelitian secara dimensional.
Model persamaan struktural (SEM) adalah sekumpulan teknik-teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan relatif murni “rumit” secara simultan (Ferdinand, 2000). Keunggulan aplikasi SEM dalam penelitian manajemen adalah karena kemampuannya untuk mengkonfirmasi dimensi-dimensi dari sebuah konsep atau faktor yang sangat lazim digunakan dalam manajemen serta kemampuannya untuk mengukur pengaruh hubungan-hubungan yang secara teoritis ada.






Comments